Riset Pembinaan 2016
Analisis Keakuratan Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pada Penderita TB Aktif di Bandingkan Dengan Metode PCR di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2016
ABSTRAK
Guna pemberantasan penyakit TBC, diagnosis dan deteksi Mycobacterium tuberculosis menjadi amat penting. Deteksi Mycobacterium tuberculosis paru pada sputum dapat dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan pemeriksaan mikroskopis. Salah satu faktor yang menghambat program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dipusat pelayanan kesehatan adalah belum tersedianya alat diagnosis TB paru yang sensitif seperti PCR yang dapat mendeteksi kuman. Mycobacterium tuberculosis dalam sputum walaupun hanya terdapat satu kuman..Untuk memutuskan rantai penularan TB dibutuhkan diagnosis cepat dan tepat sehingga pengobatannya tepat.. PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya memperbanyak (amplification) DNA invitro secara enzimatis. Tehnik PCR telah dikembangkan untuk diagnosis berbagai penyakit infeksi, seperti Hepatitis, HIV, Human Papillomavirus., dan untuk mendeteksi M. tuberculosis.
Tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis Keakuratan Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pada Penderita TB Aktif di Bandingkan Dengan Metode PCR. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi program pengobatan TB Paru di Kabupaten Aceh Besar terutama sebagai informasi tentang keakuratan diagnosis dan kemungkinan penggunaan PCR sebagai alat diagnosis.
Sebanyak 49sampel sputum penderita tuberculosis diambil dari 3 Puskesmas PRM di Kabupaten Aceh Besar yang sudah menjalani pengobatan 2 sampai dengan 6 bulan, diperiksa menggunakan 2 jenis pemeriksaan yaitu : mikroskopis bakteri tahan asam {BTA) dan uji PCR. Keakuratan diagnosis ditentukan dengan menghitung nilai positif dan negatif, akurasi dari masing• masing hasil diagnosis (mikroskopis BTA dan PCR).
Nilai positif dan negatif mikroskopis BTA adalah positif 6,1% dan negatif 93,9%, sedangkan nilai positif dan negatif pada uji PCR adalah positif 59,2% dan negatif 40,8%
Sebagai perangkat diagnosis TB paru, PCR lebih akurat dapat membedakan penderita TB paru dan bukan penderita TB paru, akan tetapi kurang reliabel dibanding hasil pemeriksaan mikroskopis BTA.
PROFIL KADAR HBA1C DAN KADAR GULA DARAH SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA ACEH
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang banyak diderita penduduk dunia, termasuk Indonesia.Prevalensi DM tipe 2 di Aceh termasuk ke dalam 10 provinsi di atas prevalensi nasional. Riskesdas 2007 prevalensi DM di Aceh sebesar 1.7%, angka ini meningkat pada tahun 2013 prevalensi menjadi 1.8% penderita. Penyakit DM perlu pengontrolan dan pengelolaan yang baik, meliputi pengaturan makan, melakukan aktivitas / latihan fisik serta mengkonsumsi obat secara teratur untuk menjaga kadar gula darah dalam rentang normal. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi cara pengendalian kadar gula darah penderita DM berdasarkan kadar HbA1c, gula darah puasa dan 2 jam post prandial.
Metode : Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan dari Februari-Oktober 2015. Tempat penelitian adalah Puskesmas Jaya Baru Kota Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 85 orang.
Hasil : Terdapat hubungan yang signifikan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam PP dengan kadar HbA1c dengan nilai p < 0.001. Penderita DM dengan kadar gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP kurang baik beresiko 44 kali dan 51.7 kali mendapatkan kadar HbA1c kurang baik.
Kesimpulan : hasil pemeriksaan gula darah puasa, gula darah 2 jam PP dan kadar HbA1c mayoritas responden berada pada kategori kurang baik yang menggambarkan pengontrolan DM oleh penderita kurang baik
Kata Kunci : Diabetes mellitus, Gula Darah Puasa, Gula Darah 2 Jam PP, HbA1c
ABSTRACT
Background : Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that affects many populations all over the world, including Indonesia. The prevalence of type 2 DM in Aceh among the 10 provinces which have a high prevalence above the national prevalence. Type 2 DM in Aceh increase from 1.7% in 2007 to 1.8 % in 2013 based on Riskesdas. DM needs control and management including eating arrangements, activity/ exercise and regularly medication to keep blood glucose within normal range. This research purpose to evaluates how to control blood glucose of DM patients based on the levels of HbA1c, fasting blood glucose and 2 hour PP blood glucose.
Method : Cross sectional study have been applied in this research. The data was collected for 8 months during February – October 2015. All 85 respondents of this research are patients from Puskesmas Jayabaru in Banda Aceh, and sample been choos using purposive sampling method.
Result : There are meaningful correlation between fasting blood glucose and 2 hour PP bloud glucose with of HbA1c levels with P value < 0.001. DM patients with poor levels of fasting blood glucose and 2 hour PP bloud glucoseare at risk 44 times and 51.7 times get less good HbA1c levels
Conclusion : The result of fasting blood glucose, 2 hour PP blood glucose and HbA1c levels test from majority of respondents are in the unfavorable category that describes the DM patient can not control DM well.
Keyword : Diabetes mellitus, fasting blood glucose, 2 hour post prandial blood glucose, HbA1c